Jumat, 13 Februari 2009

Kultur In Vitro


Teknologi kultur in vitro yang lebih dikenal dengan kultur jaringan merupakan suatu teknik mengembangbiakkan potongan jaringan tanaman di dalam media buatan yang steril. Teknologi ini didasari oleh sifat sel yang masing-masing mampu membentuk individu baru secara utuh yang mempunyai sifat identik dengan induknya khususnya sel yang masih muda baik yang berasal dari organ vegetatif misalnya akar, batang dan daun maupun organ generatif yaitu embrio datau bagian dari bunga.

Medium yang digunakan untuk membiakkan potongan jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur-unsur hara makro dan mikro. Disamping itu , ke dalam medium juga ditambahkan sumber karbon yang berasal dari sukrosa dan gula, vitamin dan zat pengatur tumbuh yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kemampuan sel untuk menjadi calon tanaman atau planlet.

Unsur makro dan mikro digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi untuk pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks.

Perkembangan eksplan di dalam kutlur media menjadi planlet dapat terjadi melalui beberapa alur. Namun alur yang umum digunakan untuk keperluan komersial adalah melalui pembentukan tunas atau embrio adventitif secara langsung menggunakan eksplan potongan batang muda yang memiliki calon tunas samping. Pembentukan tunas adventitif secara langsung menggunakan eksplan potongan batang muda yang memiliki calon tunas samping. Dengan adanya sitokinin di dalam medium menyebabkan tunas mengandakan diri secara terus menerus membentuk tunas-tunas baru dalam jumlah ribuan bahkan jutaan tunas, selanjutnya diakarkan menjadi planlet. Proses ini disebut organogenesis atau dikena juga dengan istilah mikropropagasi.

Cara lain yang dapat ditempuh adalah pembentukan embrio tanpa melalui persilangan, disebut embrio somatik yang umumnya dapat diinduksi dari jaringan vegetatif misalnya potongan daun. Proses pembentukan embrio somatik disebut embiogenesis somatik. Sifat genetik individu yang berkembang dari embrio genetik ini identik dengan sifat genetis tanaman yang digunakan sebagai sumber potongan jaringan yang dikulturkan. Hal tersebut dengan embrio (biji) yang pembentukannya melibatkan organ seksual atau persilangan antar induk jantan dan betina sehingga sifat genetis individu hasil silangan merupakan gabungan kedua sifat induknya.

Planlet dari dalam tabung perlu dipersiapkan sebelum dipindahkan ke lapangan melalui tahapan penyesuian terhadap lingkungan luar yang disebut aklimatisasi. Dalam tahapan ini planlet yang terbiasa mendapatkan pasokan hara secara optimum dari dalam medium pot dengan hara agak berkurang. Di samping itu pencahayaan, suhu, dan kelembaban udara disesuaikan dengan lingkungan luar secara bertahap mirip dengan kondisi pembibitan. Hal ini akan memaksa planlet melakukan kehidupan secara mandiri, yakni memproduks bahan makanannya melalui fotosintesis dan memperkuat struktur tubuhnya agar tahan terhadap tekanan lingkungan luar. Planlet dengan penampilan yang cukup meyakinkan mampu bertahan hidup dengan baik di lapangan (Nurhaimin-Haris & Nurita Toruan-Mathias).

0 komentar:

ROSDIANA